BAB I
PENDAHULUAN
Kentang (Solanum tuberosum, L)
merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral
penting bagi kebutuhan manusia. Kentang merupakan salah satu pangan utama dunia
setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000). Disamping itu, kentang
termasuk salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai perdagangan
domestik dan potensi ekspor yang cukup baik. Di Indonesia sering kali terjadi kendala
peningkatan produksi kentang, diantaranya yaitu : (1) rendahnya kualitas dan
kuantitas bibit kentang, yang merupakan perhatian utama dalam usaha peningkatan
produksi kentang di Indonesia, (2) teknik budidaya yang masih konvensional, (3)
faktor topografi, dimana daerah dengan ketinggian tempat dan temperatur yang
sesuai untuk pertanaman kentang di Indonesia sangat terbatas, (4) daerah tropis
Indonesia merupakan tempat yang optimum untuk perkembangbiakan hama dan
penyakit tanaman kentang (Kuntjoro, 2000). Penanaman bibit kentang bermutu,
tepat waktu dan tepat umur fisiologis adalah faktor utama penentu keberhasilan
produksi kentang. Upaya penyediaan benih kentang bermutu perlu dilandasi dengan
sistem perbenihan yang mapan. (Wattimena, 2000)
BAB II
TEORI USAHATANI
Kentang termasuk tanaman yang dapat
tumbuh di daerah tropika dan subtropika (Ewing dan Keller, 1982), dapat tumbuh
pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada
ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik
pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur,
debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang
cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan
ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Menurut Asandhi
dan Gunadi (1989), tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan
menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam
kentang yang menimbulkan masalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi
5,0 sampai 5,2.
Pertumbuhan tanaman kentang sangat
dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan
dengan suhu rendah, yaitu 15 sampai 20 oC, cukup sinar matahari, dan kelembaban
udara 80 sampai 90 % (Sunarjono, 1975).
Suhu tanah berhubungan dengan proses
penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi. Menurut Burton
(1981), untuk mendapatkan hasil yang maksimum tanaman kentang membutuhkan suhu
optimum yang relatif rendah, terutama untuk pertumbuhan umbi, yaitu 15,6 sampai
17,8 oC dengan suhu ratarata 15,5 oC. Dengan penambahan suhu 10 oC, respirasi
akan bertambah dua kali lipat. Jika suhu meningkat, laju pertumbuhan tanaman
meningkat sampai mencapai maksimum. Laju fotosintesis juga meningkat sampai
mencapai maksimum, kemudian menurun. Pada waktu yang sama laju respirasi secara
bertahap meningkat dengan meningkatnya suhu. Kehilangan melalui respirasi lebih
besar daripada tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis. Akibatnya,
tidak ada peningkatan hasil netto dan bobot kering tanaman dan umbi menurun.
Di Indonesia pada umumnya kentang
dibudidayakan di dataran tinggi, hal ini menjadi kendala dalam menjaga
kelestarian alam. Pengusahaan kentang di dataran tinggi terus-menerus dapat
merusak lingkungan, terutama terjadinya erosi dan menurunkan produktivitas
tanah. Perluasan penanaman kentang di dataran medium dapat menjadi salah satu
langkah alternatif yang dapat diupayakan. Khususnya di lahan sawah tadah hujan
untuk membantu peningkatan pendapatan petani (Subhan dan Asandhi, 1998).
BAB
III
TEKNIK
USAHATANI
3.1
Pengolahan Tanah
Tanah diolah sampai gembur dengan
kedalaman 20-35 cm, disisir sampai halus dan dibiarkan dua minggu agar terkena
sinar matahari. Tanah yang sudah diolah dibuat menjadi blok, kemudian dibuat
petak-petak penanaman. Jarak tanam yang digunakan yaitu 70 x 25 cm dan 60 x 25
cm. Pada penanaman, kentang ditanam dua baris diantara garitan. Lahan yang
telah dipersiapkan berupa alur atau garitan-garitan diberi pupuk organik (pupuk
kandang) dan pupuk buatan. Pemberian dilakukan dengan cara diberikan setempat
diantara umbi kentang yang akan ditanam, yaitu pupuk buatan di atas pupuk kandang
dan ditutup dengan tanah tipis. Kemudian bibit ditanam pada lubang-lubang yang
telah disiapkan dengan kedalaman tanam 25-30 cm, selanjutnya ditutup dengan tanah.
3.2
pemupukan
Pemberian pupuk kimia, pupuk kandang
dan Furadan 3G dengan dosis sesuaiperlakuan semuanya diberikan pada saat tanam.
Dosis pupuk urea 300 kg/ha, Za 100 kg/ha, SP-36 200 kg/ha, KCl 200 kg/ha, pupuk
organik 5 ton/ha dan mulsa jerami 5 ton/ha.
3.3
Tenaga Kerja
Untuk tenaga kerja, jumlahnya menyesuaikan luas lahan yang
akan ditanami kentang, karena diperlukan pemeliharaan tanaman yang terdiri atas
pengairan, penyiangan gulma, dan pemberantasan hama serta penyakit.
Penyiangan atau pembersihan gulma
(tanaman pengganggu) dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 4 dan 6 minggu
setelah tanam, untuk penyiangan berikutnya dilakukan bila dirasakan perlu.
Sambil penyiangan, dilakukan pula penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh
atau pada tanaman yang tumbuhnya kurang baik.
Bersamaan penyiangan dilakukan pula
pembumbunan sebanyak dua sekali pada minggu kedua dan keempat, kemudian
pembumbunan berikutnya dilakukan bila dirasa perlu.
Untuk mengendalikan serangan cendawan Phytopthora
Infestan yang dikenal sebagai penyakit yang paling penting pada tanaman
kentang digunakan Dithane M-45 0,2 % saat tanaman berumur 4 MST. Sedangkan
untuk mengatasi serangan hama digunakan insektisida Bayrusil 0,2 %. Penyemprotan
fungisida dilakukan bila tanaman telah menunjukkan gejala serangan. Selain
bahan kimia juga digunakan agensi hayati seperti Tricoderma dan Gliocladium.
3.4
Panen
Kandungan air dalam umbi kentang
merupakan indikasi dari tingkat kesegaran sehingga sangat berpengaruh terhadap
mutu, terutama mutu fisik. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setelah
penyimpanan diketahui bahwa penyimpanan umbi kentang dalam ruangan dengan suhu
10o C selama delapan hari dapat mempertahankan kandungan air sehingga secara visual
umbi kentang tetap segar seperti baru di panen. Apabila kadar air umbi kentang
yang baru dipanen dibandingkan dengan kadar air umbi kentang setelah disimpan 8
hari dalam suhu 10O C cenderung terjadi peningkatan (Tabel 4.). Hal tersebut
terjadi karena proses metabolisme yang terjadi selama dalam penyimpanan dapat mengakibatkan
perubahan komponen non air terutama karbohidrat, sementara laju respirasi dan
transpirasi dapat ditekan sehingga secara prosentase kadar air dalam umbi
kentang meningkat.
Penyimpanan umbi kentang yang
dilakukan selama 4 hari dalam suhu 10OC kemudian dipindahkan ke suhu ruang (18
– 21OC) selama 4 hari dan penyimpanan selama 8 hari dalam suhu ruang (18 –
21OC) ternyata dapat mengakibatkan penurunan kadar air antara 0,81% - 1,98% (Tabel
4). Penurunan kadar air terjadi karena pengaruh suhu, yaitu semakin tinggi suhu
akan semakin mempercepat laju respirasi dimana salah satu hasil respirasi
adalah H2O.
Perubahan komposisi kimia umbi kentang
olahan yang tidak diharapkan selama dalam penyimpanan salah satunya adalah peningkatan
kadar gula reduksi. Diketahui bahwa secara umum penyimpanan dapat meningkatkan
kadar gula reduksi. Penyimpanan dalam suhu 10OC selama 8 hari mengakibatkan
kenaikan kadar gula reduksi tertinggi yaitu berkisar antara 0,096 – 0,109%. Hal
tersebut terjadi karena selama penyimpanan proses metabolisme terus berjalan,
sementara laju respirasi dapat ditekan sehingga terjadi akumulasi gula reduksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Wattimena,
G. A. 2000. Pengembangan Propagul Kentang Bermutu an Kultivar Kentang Unggul
dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah Guru
Besar Tetap Ilmu Hortikultura. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
86p.
Subhan
dan A. A. Asandhi. 1998. Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea dan ZA terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8 (1): 983-987.
Kuntjoro,
A. S. 2000. Produksi Umbi Mini Kentang G0 Bebas Virus melalui Perbanyakan
Planlet secara Kultur Jaringan di PT. Intidaya Agrolestari (Inagro) Bogor –
Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. 62p.
Effendie,
K. 2003. Kentang Prosesing Untuk Agroindustri. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 24 (2): 1-3.